Senin, 21 Februari 2011
Mengapa Memilih Makanan Organik?
Dulu sebelum industrialisasi pertanian, bangsa Indonesia hanya mengenal makanan organik. Saat itu para petani menggunakan pupuk alami untuk menyuburkan tanaman dan pestisida alami untuk mengusir hama. Tanaman hasil rekayasa genetika juga belum dikenal. Kini, hampir sebagian besar makanan yang kita makan dihasilkan dengan pupuk dan pestisida buatan. Beberapa buah-buahan dan sayuran hasil modifikasi genetik mungkin juga tanpa kita sadari memasuki meja makan kita.
Untunglah, dalam beberapa tahun terakhir kesadaran mengkonsumsi makanan organik mulai tumbuh di masyarakat. Meskipun belum ada statistik, pertumbuhan konsumsi produk organik di negara kita kelihatannya tidak kalah dengan negara-negara maju seperti Kanada dan Amerika Serikat yang mencapai 20% lebih.
Apa itu makanan organik?
Makanan organik adalah makanan yang dihasilkan dari pertanian organik, sebuah metode produksi berdasarkan prinsip-prinsip yang dimaksudkan untuk:
* melindungi lingkungan
* mempertahankan keanekaragaman hayati
* menghormati siklus alam
Istilah “organik” mengacu pada cara produk pertanian dibudidayakan dan diproses. Persyaratan khusus harus dipenuhi dan dipertahankan agar produk dapat diberi label “organik”.
Tanaman organik harus dipelihara di tanah yang aman, tidak dimodifikasi secara genetis dan harus selalu terpisah dari produk konvensional. Petani tidak diperbolehkan menggunakan pestisida sintetis, organisme hasil rekayasa genetika (GMO) dan pupuk buatan. Meski demikian, residu pestisida tanaman organik tidak selalu nol karena pestisida masih dapat masuk melalui angin, air atau tanah.
Ternak organik harus memiliki akses ke luar ruangan dan diberi pakan organik. Mereka tidak boleh diberi antibiotik, hormon pertumbuhan atau produk sampingan hewani.
Agar mendapatkan label organik, sebuah produk makanan olahan harus mengandung paling sedikit 95% bahan organik bersertifikat.
Manfaat mengkonsumsi makanan organik.
* Lebih bergizi. Beberapa studi menunjukkan bahwa buah dan sayuran organik (misalnya, beras, tomat, kubis, bawang dan selada organik) mengandung lebih banyak nutrisi seperti vitamin, magnesium, fosfor, zinc dan besi. Susu organik mengandung lebih banyak vitamin E.
* Lebih sehat. Makanan organik tidak dibentuk menggunakan pupuk kimia, pestisida kimia serta bahan kimia lain sehingga tidak merugikan tubuh manusia. Susu organik memiliki 50-80% lebih banyak antioksidan yang mengurangi risiko tumor.
* Lebih enak. Banyak orang merasa bahwa makanan organik lebih enak daripada makanan non-organik. Alasan utamanya karena makanan itu dihasilkan dengan sarana produksi alami. Makanan organik juga sering dijual secara lokal sehingga masih segar.
* Kelestarian Lingkungan. Menjaga lingkungan dari polusi tanah, air dan udara sehingga menciptakan dunia yang aman bagi kehidupan generasi mendatang.
* Kesejahteraan Hewan. Kesejahteraan hewan merupakan aspek penting dalam produksi susu, daging, ayam dan ikan organik. Orang merasa senang mengkonsumi produk dari hewan yang tidak terkungkung sengsara dalam sangkar.
http://majalahkesehatan.com/mengapa-memilih-makanan-organik/ Selengkapnya...
Rabu, 16 Februari 2011
Sudahkah Petani Merdeka?
KOMPAS.com — Pertanyaan mendasar ini mengemuka karena pada 17 Agustus 2010 ini, kemerdekaan Indonesia genap berumur 65 tahun. Logika sederhananya, kalau petani Indonesia jumlahnya mencapai 55 persen dari rakyat Indonesia, kemerdekaan Indonesia otomatis merupakan kemerdekaan petani. Kalau tidak, siapa sebenarnya yang menikmati kemerdekaan itu?
Pertanyaan selanjutnya, setelah merdeka, bagaimana kehidupan petani Indonesia? Apakah semakin sejahtera atau sebaliknya, semakin menderita? Benarkah petani kita semakin tidak berdaya, apa indikator kuantitatifnya dan bagaimana memerdekakan petani dalam arti yang sesungguhnya? Merdeka atau menderita?
Paling tidak ada tiga indikator penciri dasar apakah petani sudah merdeka atau semakin menderita: tingkat pendidikan, ekonomi, dan kemandirian. Menurut data statistik, 75 persen tingkat pendidikan petani Indonesia tidak tamat dan tamat SD, 24 persen lulus SMP dan SMA, serta hanya 1 persen lulus perguruan tinggi.
Konfigurasi ini menunjukkan bahwa pembebasan biaya pendidikan sampai SMP dan alokasi 20 persen APBN untuk pendidikan belum mampu memerdekakan petani dari kebodohan dan keterbelakangan.
Ruh pembukaan UUD 1945 bahwa kemerdekaan Indonesia ikut mencerdaskan bangsa dan Pasal 31 Ayat 1 UUD 1945 setiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran, penetrasinya dangkal di permukaan. Lalu apa makna dan manfaat kemerdekaan bagi petani kita?
Secara ekonomi, sekitar 56 persen petani kita hidup secara subsisten dengan rata-rata luas kepemilikan lahan kurang dari 0,5 hektar dan pendapatan Rp 16 juta/hektar/tahun. Harga komoditas yang sebagian diserahkan kepada mekanisme pasar (kecuali beras) menjadikan petani sulit dan terjepit.
Banyaknya petani terjerat rentenir, terperangkap pengijon, dan tidak berdaya menghadapi tengkulak saat panen raya merupakan fakta nyata petani belum merdeka, bahkan menderita. Tragisnya, petani masih harus menyubsidi orang kaya melalui penyediaan pangan murah.
Soal kemandirian, petani masih tergantung secara absolut dalam: penyediaan bibit ayam ras (DOC) yang 100 persen dikuasai perusahaan multinasional, pupuk fosfor, dan kalium hampir 100 persen diimpor. Belum lagi pestisida. Pertanyaannya, apa yang harus dilakukan agar petani merdeka dan menikmati hasil kemerdekaan yang dulu diperjuangkannya? Reformasi politik anggaran, perbankan, perindustrian, dan perdagangan merupakan solusi konkretnya.
Politik anggaran
Diperlukan perubahan revolusioner politik anggaran, perbankan, perindustrian, dan perdagangan dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota untuk memerdekakan petani. Alokasi 10 persen anggaran APBN serta APBD I dan II diperlukan untuk perluasan areal baru, infrastruktur pertanian, pascapanen, pengolahan hasil, dan mekanisasi.
Industri agro yang tangguh serta perbankan dan perdagangan yang propetani merupakan komponen pendukungnya. UU Perbankan harus direformasi agar dana yang dihimpun dari masyarakat pedesaan digunakan untuk memacu sektor pertanian dan UKM, bukan sebaliknya digunakan untuk membiayai usaha konglomerasi.
Bunga murah diikuti penghapusan agunan untuk usaha pertanian dan pembiayaan mikro-UKM harus diimplementasikan. Melalui pendampingan superintensif, kredit macet (non performance loans) dapat diminimalkan.
Industri agro harus diarahkan untuk diversifikasi produk hulu-hilir, memberi nilai tambah, daya saing dari komoditas pangan utama nasional (padi, jagung, tepung-tepungan, gula, kelapa sawit, dan daging). Industri tepung berbahan baku lokal harus dipacu untuk meningkatkan nilai tambah, waktu simpan, kualitas, gengsi, dan harga jual.
Tepung modified cassava flour/mocaf terbukti mampu memperpanjang waktu simpan ubi kayu, meningkatkan nilai jual, memperbanyak produk turunan sekaligus pendapatan petani. Importasi tepung terigu harus dikenai bea masuk agar daya saing tepung lokal menguat sehingga pemborosan devisa secara signifikan dapat dieliminasi.
Liberalisasi perdagangan sektor pertanian harus dikontrol ketat agar petani tak jadi korban karena tertekan harga jual produk pertaniannya. Keberpihakan pemerintah ketika harga komoditas pertanian anjlok juga harus didukung anggaran memadai. Mekanisasi pertanian, mitigasi, dan adaptasi dampak perubahan iklim yang makin dahsyat harus menjadi fokus utama pemerintah dalam rangka memerdekakan petani.
Sinergi multisektor
Pertanian terintegrasi dengan produk karbon rendah (carbon efficient farming) yang diintegrasikan dengan sektor pariwisata merupakan teladan konkret bagaimana memerdekakan petani. Melalui integrasi kelapa sawit dan sapi dengan produk utama: kelapa sawit, daging, pakan ternak, pupuk, dan biogas. Integrasi padi sawah, ikan, dan sapi harus dikembangkan sehingga petani dapat menghasilkan beras, ikan, daging, pupuk, dan biogas.
Diversifikasi ini akan meningkatkan ketahanan pangan, ekonomi, dan politik petani menghadapi berbagai guncangan ekonomi dan perubahan iklim. Model pertanian rendah emisi ini antara lain sudah dilaksanakan di Sumatera Utara, Bengkulu, Riau, dan Jawa Barat. DPR harus mendorong pemerintah untuk memperluas dan mempercepat implementasinya.
Mengintegrasikan sektor pertanian dengan sektor lain seperti pariwisata merupakan pilihan ideal untuk mendongkrak harga komoditas pertanian secara nonliniar. Harga komoditas pertanian yang dijual di sektor pariwisata mempunyai nilai tambah nonliniar.
Gubernur Bali mengeksekusi sinergi pertanian terintegrasi dengan sektor pariwisata sehingga terjadi multiplikasi nilai, harga, dan rasa. Hasilnya Gubernur Bali mampu meningkatkan pendapatan petani dua kali lipat sesuai janji kampanyenya karena harga komoditas pertanian tidak mengikuti harga pasar normal sehingga pendapatan petani lebih menjanjikan dibandingkan bekerja di sektor industri yang gajinya berstandar upah minimum regional (UMR).
Para gubernur, bupati, dan wali kota perlu mengadopsi pengalaman Gubernur Bali sehingga cepat dan pasti janji pendiri republik untuk mewujudkan masyarakat (termasuk petani) adil dan makmur segera terwujud. Saat itulah petani merdeka dalam arti yang sesungguhnya.
*Gatot Irianto Kepala Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/08/18/08402238/Sudahkah.Petani.Merdeka Selengkapnya...
Pertanyaan selanjutnya, setelah merdeka, bagaimana kehidupan petani Indonesia? Apakah semakin sejahtera atau sebaliknya, semakin menderita? Benarkah petani kita semakin tidak berdaya, apa indikator kuantitatifnya dan bagaimana memerdekakan petani dalam arti yang sesungguhnya? Merdeka atau menderita?
Paling tidak ada tiga indikator penciri dasar apakah petani sudah merdeka atau semakin menderita: tingkat pendidikan, ekonomi, dan kemandirian. Menurut data statistik, 75 persen tingkat pendidikan petani Indonesia tidak tamat dan tamat SD, 24 persen lulus SMP dan SMA, serta hanya 1 persen lulus perguruan tinggi.
Konfigurasi ini menunjukkan bahwa pembebasan biaya pendidikan sampai SMP dan alokasi 20 persen APBN untuk pendidikan belum mampu memerdekakan petani dari kebodohan dan keterbelakangan.
Ruh pembukaan UUD 1945 bahwa kemerdekaan Indonesia ikut mencerdaskan bangsa dan Pasal 31 Ayat 1 UUD 1945 setiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran, penetrasinya dangkal di permukaan. Lalu apa makna dan manfaat kemerdekaan bagi petani kita?
Secara ekonomi, sekitar 56 persen petani kita hidup secara subsisten dengan rata-rata luas kepemilikan lahan kurang dari 0,5 hektar dan pendapatan Rp 16 juta/hektar/tahun. Harga komoditas yang sebagian diserahkan kepada mekanisme pasar (kecuali beras) menjadikan petani sulit dan terjepit.
Banyaknya petani terjerat rentenir, terperangkap pengijon, dan tidak berdaya menghadapi tengkulak saat panen raya merupakan fakta nyata petani belum merdeka, bahkan menderita. Tragisnya, petani masih harus menyubsidi orang kaya melalui penyediaan pangan murah.
Soal kemandirian, petani masih tergantung secara absolut dalam: penyediaan bibit ayam ras (DOC) yang 100 persen dikuasai perusahaan multinasional, pupuk fosfor, dan kalium hampir 100 persen diimpor. Belum lagi pestisida. Pertanyaannya, apa yang harus dilakukan agar petani merdeka dan menikmati hasil kemerdekaan yang dulu diperjuangkannya? Reformasi politik anggaran, perbankan, perindustrian, dan perdagangan merupakan solusi konkretnya.
Politik anggaran
Diperlukan perubahan revolusioner politik anggaran, perbankan, perindustrian, dan perdagangan dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota untuk memerdekakan petani. Alokasi 10 persen anggaran APBN serta APBD I dan II diperlukan untuk perluasan areal baru, infrastruktur pertanian, pascapanen, pengolahan hasil, dan mekanisasi.
Industri agro yang tangguh serta perbankan dan perdagangan yang propetani merupakan komponen pendukungnya. UU Perbankan harus direformasi agar dana yang dihimpun dari masyarakat pedesaan digunakan untuk memacu sektor pertanian dan UKM, bukan sebaliknya digunakan untuk membiayai usaha konglomerasi.
Bunga murah diikuti penghapusan agunan untuk usaha pertanian dan pembiayaan mikro-UKM harus diimplementasikan. Melalui pendampingan superintensif, kredit macet (non performance loans) dapat diminimalkan.
Industri agro harus diarahkan untuk diversifikasi produk hulu-hilir, memberi nilai tambah, daya saing dari komoditas pangan utama nasional (padi, jagung, tepung-tepungan, gula, kelapa sawit, dan daging). Industri tepung berbahan baku lokal harus dipacu untuk meningkatkan nilai tambah, waktu simpan, kualitas, gengsi, dan harga jual.
Tepung modified cassava flour/mocaf terbukti mampu memperpanjang waktu simpan ubi kayu, meningkatkan nilai jual, memperbanyak produk turunan sekaligus pendapatan petani. Importasi tepung terigu harus dikenai bea masuk agar daya saing tepung lokal menguat sehingga pemborosan devisa secara signifikan dapat dieliminasi.
Liberalisasi perdagangan sektor pertanian harus dikontrol ketat agar petani tak jadi korban karena tertekan harga jual produk pertaniannya. Keberpihakan pemerintah ketika harga komoditas pertanian anjlok juga harus didukung anggaran memadai. Mekanisasi pertanian, mitigasi, dan adaptasi dampak perubahan iklim yang makin dahsyat harus menjadi fokus utama pemerintah dalam rangka memerdekakan petani.
Sinergi multisektor
Pertanian terintegrasi dengan produk karbon rendah (carbon efficient farming) yang diintegrasikan dengan sektor pariwisata merupakan teladan konkret bagaimana memerdekakan petani. Melalui integrasi kelapa sawit dan sapi dengan produk utama: kelapa sawit, daging, pakan ternak, pupuk, dan biogas. Integrasi padi sawah, ikan, dan sapi harus dikembangkan sehingga petani dapat menghasilkan beras, ikan, daging, pupuk, dan biogas.
Diversifikasi ini akan meningkatkan ketahanan pangan, ekonomi, dan politik petani menghadapi berbagai guncangan ekonomi dan perubahan iklim. Model pertanian rendah emisi ini antara lain sudah dilaksanakan di Sumatera Utara, Bengkulu, Riau, dan Jawa Barat. DPR harus mendorong pemerintah untuk memperluas dan mempercepat implementasinya.
Mengintegrasikan sektor pertanian dengan sektor lain seperti pariwisata merupakan pilihan ideal untuk mendongkrak harga komoditas pertanian secara nonliniar. Harga komoditas pertanian yang dijual di sektor pariwisata mempunyai nilai tambah nonliniar.
Gubernur Bali mengeksekusi sinergi pertanian terintegrasi dengan sektor pariwisata sehingga terjadi multiplikasi nilai, harga, dan rasa. Hasilnya Gubernur Bali mampu meningkatkan pendapatan petani dua kali lipat sesuai janji kampanyenya karena harga komoditas pertanian tidak mengikuti harga pasar normal sehingga pendapatan petani lebih menjanjikan dibandingkan bekerja di sektor industri yang gajinya berstandar upah minimum regional (UMR).
Para gubernur, bupati, dan wali kota perlu mengadopsi pengalaman Gubernur Bali sehingga cepat dan pasti janji pendiri republik untuk mewujudkan masyarakat (termasuk petani) adil dan makmur segera terwujud. Saat itulah petani merdeka dalam arti yang sesungguhnya.
*Gatot Irianto Kepala Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/08/18/08402238/Sudahkah.Petani.Merdeka Selengkapnya...
Kamis, 10 Februari 2011
Daya Tahan Oke Banggets dengan Santapan Organik
JAKARTA, KOMPAS.com - Belakangan ini, mengonsumsi makanan sehat semakin menjadi tren, terutama di kota-kota besar. Salah satunya mengonsumsi makanan organik. Banyak orang menilai makanan ini sehat karena proses penanaman sampai panen dilakukan secara natural, alias tidak menggunakan bahan kimia. Karena itu pula, makanan ini aman untuk kita konsumsi.
Seiring tren ini, kini, makanan organik semakin mudah dijumpai. Banyak pusat perbelanjaan dan gerai-gerai tertentu memasarkan makanan bebas pestisida, pupuk kimia, hormon pertumbuhan, dan benih transgenik ini. Karena konsumsinya terus meningkat, kini jenis makanannya juga semakin beragam. Selain sayur dan buah-buahan, belakangan juga muncul ayam, telur, dan susu organik.
Makanan organik memang memiliki banyak khasiat bagi kesehatan tubuh. Cukup banyak riset yang menyimpulkan bahwa buah-buahan, sayur mayur, dan kacang-kacangan yang ditanam secara organik banyak mengandung zat nutrisi, termasuk vitamin C, zat besi, magnesium, dan fosfor. Sebaliknya, makanan ini sangat sedikit mengandung nitrat dan endapan pestisida dibandingkan yang non-organik.
"Karena itu, mengonsumsi makanan organik secara teratur membuat badan tidak gampang sakit," ujar Susianto, Ketua Operasional Indonesia Vegetarian Society (IVS).
Daya tahan tubuh menjadi lebih kuat karena makanan organik mengandung antioksidan lebih banyak dibandingkan bahan non-organik. Manfaat antioksidan bagi tubuh cukup banyak. Selain mampu membersihkan darah, juga bisa membantu mencegah berbagai penyakit, seperti kanker, diabetes, kardiovaskuler, dan penyakit degeneratif atau keturunan lainnya.
Makanan organik mengandung antioksidan tinggi karena tidak menggunakan bahan kimia. Pemupukan, misalnya, hanya menggunakan pupuk kompos. Dengan begitu, makanan lebih banyak mengandung nutrisi ketimbang kandungan zat yang membahayakan kesehatan.
Sebaliknya. makanan non-organik bisa berdampak buruk bagi kesehatan. Soalnya, makanan ini mengandung pupuk kimia seperti pestisida, herbisida, hingga fungisida. Nah. zat-zat kimia itu biasanya terus menempel pada sayur dan buah-buahan tersebut.
"Apalagi, buah yang dikirim dari luar pulau atau hasil impor tentu butuh zat pengawet tambahan agar tidak cepat membusuk, sehingga kandungan zat kimianya akan lebih besar lagi," ujar Trini Sudarti, ahli gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM-UI).
Dampak negatif mengonsumsi makanan non-organik memang tidak akan langsung terlihat. Biasanya, dampaknya baru akan terlihat dalam jangka waktu panjang. Dalam jangka waktu itu, akan terjadi penumpukan zat kimia yang bersifat racun (toxic) di dalam tubuh. Akibatnya. hati atau liver harus bekerja keras menetralkan racun tersebut. Hanya saja, hati tidak akan selamanya bisa menetralkan racun dalam tubuh.
Kalau kita setiap hari mengomsumsi makanan seperti ini, tentu, dampaknya akan lebih cepat terasa. Soalnya, setiap hari ada bahan kimia yang masuk ke dalam tubuh. Akibatnya, ada racun dalam tubuh yang tidak bisa dinetralkan dan berubah menjadi lemak.
"Semakin banyak racun yang masuk, lemak akan semakin menumpuk," kata Adi Sasongko, Direktur Pelayanan Kesehatan Yayasan Kusuma Bangsa.
Lemak jahat di dalam tubuh ini bisa menjadi sumber penyakit. Beberapa di antaranya adalah obesitas, jantung, penyakit kandung empedu, stroke, hingga diabetes melitus. Makanya, demi mengihindari penumpukan lemat jahat ini, banyak kalangan medis menyarankan orang yang tengah menjalankan diet untuk mengonsumsi makanan organik.
Selain ikut membantu kinerja hati, makanan ini juga kandungan serat yang tinggi. Dengan begitu, bisa membantu melarutkan lemak. "Lemak akan dikeluarkan bersama sisa-sisa pencernaan," kata Trini.
Cegah stroke dan jantung
Manfaat lain makanan organik adalah kandungan flavonoid yang cukup tinggi. Asal Anda tahu, flavonoid adalah zat yang mampu menurunkan potensi stroke dan penyakit jantung. Kandungan flavonoid tanaman organik lebih tinggi karena makanan organik tidak dipupuk dengan bahan kimia.
Dengan begitu, tanaman harus bekerja lebih keras untuk mendapatkan nitrogen di dalam tanah. Saat itulah tanaman mampu menghasilkan flavonoid yang menyehatkan jantung kita.
Lain halnya dengan tanaman yang menggunakan pupuk kimia. Tanaman ini tidak perlu bekerja lebih keras untuk mendapatkan nitrogen. Soalnya, pupuk kimia sintetis sudah mengandung logam berat, seperti timbal dan merkuri.
Bagi ibu hamil zat-zat tersebut sangat merugikan, karena bisa mempengaruhi perkembangan otak pada janin. "Karena itu, ibu hamil sebaiknya mengonsumsi makanan organik," saran Trini. (Adi Wikanto)
http://kesehatan.kompas.com/read/2010/03/31/15125798/Daya.Tahan.Oke.dengan.Santapan.Organik Selengkapnya...
Langganan:
Postingan (Atom)